HakHak Istri Atas Suami

From Deep Sea Knowledge
Jump to navigation Jump to search

hak istri

hak dan kewajiban istri terhadap suami

Yang dimaksud Hak-Hak Pasangan hidup Atas Suami di hal ini merupakan hak-hak

yang bersifat materi, seperti mahar dan nafkah, maupun hak yang bersifat

non-materi. Di masa hak-hak tersebut ialah sebagai berikut.

one Hak Mendapat Pergaulan Yang Baik Yang Suami.



Maksudnya

adalah seorang suami berkewajiban mempergauli istrinya dgn baik,

tidak menyakitinya, dan tidak menunda-nunda memberi haknya padahal

mampu, serta berkewajiban menampakkan kegembiraan, keceriaan, dan

ketertarikan di dalam hadapannya.

Landasan primer hak ini merupakan firman Allah Subhanahu wata? ala:

??????????????????????????????

? Lalu bergaullah dengan mereka secara patut.?[1]

Demikian pula, firman-Nya:

????????????????????????????????????????????????

? Dan para istri itu mempunyai hak yang seimbang dgn kewajiban mereka berdasarkan cara yang mum? ruf.?[2]

Nabi Shallallahu? alaihi wasallam bersabda,

?????????????????????????????????????????????????????????

? Orang

terbaik dari kalian adalah yang paling benar kepada keluarganya, kemudian aku

adalah orang terbaik di antara kalian dalam berbuat baik kepada

keluarga.?[3]

Perlakuan lalu pergaulan yang teliti adalah

istilah yg universal yang menjadi pangkal seluruh hak-istri yang lain.

Hak-hak istri yang maka akan kami sebutkan sesudahnya hanyalah bagian untuk

perlakuan dan pergaulan yang baik terkait. Kami menyebutkannya secara

terpisah di ini agar lebih diperhatikan. Di antara pergaulan yang baik

ini adalah sebagai berikut.

2 . Mendapat Nafkah \ Yang Mother? ruf.



Maksud

nafkah di sini adalah apa saja dalam dinafkahkan oleh suami untuk istri

kemudian anak-anaknya, berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan

sebagainya. Adalah suami wajib menafkahi istrinya berdasarkan

al-Qur? an, as-Sunnah, ijma?, dan logika.[4]

Dasarnya Dari Al-Qur? an, Antara Lain:

one. Firman Allah Subhanahu wata? ala:

?????????

????????????????????????????????????????????????????????????

??????????????????????????????????????????????????????????????

? Hendaklah

orang yang memiliki kelapangan harta memberi nafkah menurut

kemampuannya. Kemudian orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi

nafkah dari harta yang diberikan Jahve kepadanya. Allah gak memikulkan

beban pada seseorang melainkan sekadar yang Allah berikan

kepadanya.?[5]

2 . not Firman Allah Subhanahu wata? ala:

????????????????????????????????????????????????????????????????

? Serta kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yg ma? ruf.?[1]

Ibnu

Katsir rahimahullahu berkata,? Artinya, wajib bagi ayah dans le cas où anak untuk

memberi nafkah dan pakaian kepada ibu si anak dengan trik yang ma? stellung,

sebagaimana yang lumrah berlaku di kalangan mereka, tanpa bersikap

berlebih-lebihan maupun menyepelekan, sesuai dengan kemampuannya saat

memiliki harta yang banyak, sedang, atau pun sedikit.?

Dasarnya Dari as-Sunnah:

Hadits

Jabir radhiallahu? anhu mengenai acara susunan acara cara haji Nabi Shallallahu

? alaihi wasallam. Di dalamnya disebutkan bahwa Nabi Shallallahu? alaihi

wasallam bersabda,

???????????????????????????

???????????????????????????????????????????????????????????????

????????????????????????????????????????????????????????????????

????????????????????????????????????????

? Bertakwalah

kalian pada masalah perempuan. Sebab, mereka itu ibarat tawanan di

sisi kalian. Kalian menempuh mereka dengan amanah dari Allah. Kalian

halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Oleh karena itu, mereka

memiliki hak atas kalian buat mendapat nafkah serta pakaian \

dalam ma? ruf.?[2]

3. Hadits Mu? awiyah al-Qusyairi

radhiallahu? anhu, dia berkata,? Aku berkata pada Rasulullah

Shallallahu? alaihi wasallam,? Wahai Rasulullah, apa hak istri atas

suaminya?? Beliau Shallallahu? alaihi wasallam menjawab,

???????????

????????????????????????????????????????????????????????

????????????????????????????????????????????????????????

? Kalian

memberinya makan jika kalian makan, kamu memberinya pakaian jika anda

berpakaian, kamu jangan memukul wajahnya, jangan mencaci makinya, dan

jangan meninggalkannya kecuali di dalam dalam rumah.?[3]

4.

Hadits Aisyah radhiallahu? anha bahwa Hindun binti? Utbah

radhiallahu? anha berkata,? Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan

laki-laki yang pelit. Dia tidak memberi nafkah kepadaku dan anakku

kecuali andai aku mengambilnya sendiri tanpa sepengetahuannya.?

Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam pun bersabda,

?????????????????????????????????????????

? Ambillah dari hartanya sekedar apa yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]

Beralaskan

ijma?, maka banyak ulama yang menyebutkan kesepakatan mereka tentang

wajibnya suami --jika momento telah balig-- memberi nafkah kepada istrinya,

kecuali istri yg melakukan nusyuz.

Berdasarkan

Logika, adalah mengingat bahwa seorang istri terikat dengan suaminya

sehingga dia tak bisa beraktifitas kemudian bekerja untuk mencari harta

bagi dirinya sendiri karena harus fokus melaksanakan kewajibannya kepada

suami, jadi adalah logis kalau suami berkewajiban memberi nafkah pada

istri.

Faktor Penyebab Suami Wajib Memberi Nafkah



Ulama

Hanabilah berpendapat bahwa faktor yg menyebabkan suami wajib memberi

nafkah pada istri adalah dikarenakan istri terikat oleh suami. Sedangkan

jumhur ulama berpendapat bahwa sebabnya adalah hal ini karena statusnya menjadi

seorang istri.[1]

Syarat-Syarat Wajib Memberi Nafkah



Jumhur

ulama telah menentukan sejumlah syarat agar kewajiban memberi nafkah

berlaku di dalam diri suami, teliti sebelum terjadinya persetubuhan dengan

istri ataupun sesudahnya.[2]

Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sebelum Terjadi Persetubuhan

one.

Hendaknya istri memberi suami kesempatan buat bersetubuh

dengannya, adalah setelah terjadi akad nikah, istri menyilakan suami tuk

bersetubuh dengannya. Jika istri tidak melakukan sesuatu itu atau justru

menolaknya tanpa alasan yang dibenarkan, lalu suami tidak berkewajiban

memberinya nafkah.

a couple of. Hendaknya istri bisa

berhubungan seksual, adalah hendaknya dia tidak merupakan anak kecil, / ada

sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa bersinggungan seksual.

3.

Hendaknya pernikahan mereka adalah pernikahan yang sah. Jika

pernikahan mereka pernikahan yang fasid (rusak), maka suami tidak

berkewajiban menyediakan nafkah kepada istri, dan tidak mungkin pula

menganggap pasangan hidup telah terikat dgn suami karena oleh rusaknya

pernikahan tersebut tamkin istri (kesempatan yang diberikan istri kepada

suami bagi bersetubuh dengannya) jadi tidak sah, lalu suami tidak

mempunyai hak mendapatkan apa yg menjadi imbalan dari tamkin tersebut berdasarkan

kesepakatan ulama.

Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sesudah Terjadi Persetubuhan

1 )

Hendaknya suami mempunyai kelapangan harta. Jika suami tidak memiliki

banyak harta sehingga tidak mampu memberikan nafkah, maka tidak ada

kewajiban baginya memberi nafkah selama belum punya harta. Ini

berdasarkan firman Allah Subhanahu wata? ala:

?????????

????????????????????????????????????????????????????????????

??????????????????????????????????????????????????????????????

?

? Hendaklah jamaah yang memiliki kelapangan harta

memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan

rezekinya hendaklah menyediakan nafkah dari harta yang diberikan Allah

kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang tetapi

sekadar yg Allah berikan kepadanya.?[3]

2.

Hendaknya istri terikat dgn suami (bukan pasangan hidup yang berbuat nusyuz).

Jika istri tidak mau menaati suami, maka tidak ada nafkah untuknya.

Catatan tambahan: Apakah Istri Yang Bekerja / Berkarir Berhak Menghasilkan Nafkah?



Jika

istri bekerja di luar rumah, dengan blogging yang mubah, arah

persetujuan dan kerelaan suami, maka momento berhak mendapat nafkah karena

keterikatan istri kepada suami merupakan hak suami lalu suami berhak

melepaskan hak tersebut.

Sebaliknya, jika istri tentu

memilih keluar rumah untuk bekerja padahal suami tidak rela serta

melarangnya pergi dari rumah, maka haknya untuk mendapat nafkah gugur karena

keterikatannya (pengabdiannya) kepada suami tidak sempurna.[1]

Kadar Nafkah dalam Wajib

Landasan utama dalam masalah terkait adalah firman Thor Subhanahu wata? ala:

???????????????????????????????

? Hendaklah orang yang memiliki kelapangan harta memberi nafkah berdasarkan kemampuannya.?[2]

Kemudian firmannya:

?????????????????????????????????????????????????

? Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula).?[3]

Dan sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam pada Hindun:

?????????????????????????????????????????

? Ambillah dari hartanya sekadar apa yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]

Dengan demikian, yg jadi ukuran adalah:



1. Pemberian dalam memadai bagi istri dan anak. Indonesia tentunya berbeda-beda berdasarkan perbedaan kondisi, kawasan, dan waktu.

only two. Kemampuan dan kelapangan suami.

Para

lihai fiqih rahimahumullah telah membahas secara panjang lebar tentang

penentuan kadar yang wajib dalam nafkah, serta mereka merinci situasi itu

dengan pendapat-pendapat yang menurut kami dibangun dengan mengacu pada

kebiasaan dalam berlaku pada masa mereka.[5]

Demikian

pula halnya, mereka bersilang pendapat dalam masalah nafkah: apa yang

jadi ukuran dalam masalah tersebut kondisi suami, kondisi istri atau perihal

keduanya? Pendapat yg shahih yang didukung oleh dalil-dalil al-Qur? an

yang telah disebutkan di atas merupakan pendapat yang menyatakan bahwa

ukuran dalam menentukan status lapang atau sempit harta adalah kondisi

suami. Dan ini merupakan pendapat Malikiyah dan Syafi? iyah.[1]

Apakah Suami Berkewajiban Menanggung Biaya Pengobatan dan Perawatan Istri?

Imam

yang Empat berpendapat bahwa suami tidak berkewajiban menanggung biaya

pengobatan kemudian perawatan istri![2] Hanya aja, tampaknya dasar dri

pendapat tersebut adalah karena pengobatan di dalam masa lalu bukan termasuk

kebutuhan primer dan tidak melimpah dibutuhkan.? Adapun pasta sekarang,

kebutuhan kepada pengobatan sudah misalnya kebutuhan kepada makanan,

bahkan lebih berarti. Sebab, orang dalam sakit biasanya mengenai lebih

mengutamakan pengobatan penyakitnya (kesehatan) dari apapun juga.

Trik mungkin orang yg sakit bisa menikmati makanannya sementara

vida terus-menerus mengeluh kemudian merasakan kesakitan karena penyakit yg

menderanya bahkan mengancam nyawanya?

Oleh karena tersebut,

kami memandang adalah suami tetap berkewajiban menanggung biaya

pengobatan istrinya sebagaimana biaya-biaya penting tak terduga lainnya

dan selayak wajibnya seorang ayah menanggung biaya pengobatan

anaknya menurut kesepakatan para ulama. Bagaimana mungkin dikatakan

termasuk pergaulan yang baik jika suami menikmati istrinya saat sehat

tetapi mengembalikannya pada keluarganya untuk diobati saat sakit!?[3]

3. Memberi Pakaian Dengan Cara Yang Moving average? ruf.



Para

ulama telah berijma? yakni suami berkewajiban memberikan pakaian kepada

pasangan hidup jika istri telah mengabdikan dirinya kepada suami dengan teknik yang

diwajibkan kepadanya. Hal ini beralaskan firman Allah Subhanahu

wata? ala:

????????????????????????????????????????????????????????????????

? Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma? ruf.?[4]

Lalu berdasarkan sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam dalam hadits Jabir yang lalu:

???????????????????????????????????????????????????????????

? Mereka (para istri) punya hak atas kalian untuk mendapat nafkah dan pakaian dengan cara yang ma? prestige.?[5]

Alasan

sebagainya adalah karena pakaian terus-menerus dibutuhkan, hingga suami pun

masih harus memberikannya sebagaimana halnya nafkah.

Lain,

para ulama ini juga berijma? yakni pakaian yang diberikan mestilah

memenuhi keperluan istri di dimana kebutuhan tersebut berbeda-beda

berdasarkan perbedaan panjang-pendek dan gemuk-kurusnya tubuh istri, dan

beralaskan perbedaan iklim negeri di mana istri menetap dalam perkara

panas dan dinginnya.[1]

Catatan tambahan: Jika Seorang

Suami Memberi Pakaian Kepada Istrinya, Lalu Mentalaknya, Atau Dia Ataupun

Istri Meninggal Sebelum Pakaian Itu Rusak, Maka Bolehkah Suami

Memintanya Kembali?

Kalau istri menerima nafkah yang

wajib dikasih suami kepadanya, lalu suami mentalaknya, / suami

meninggal, atau dia sendiri meninggal, maka suami ataupun ahli warisnya

gak boleh meminta kembali nafkah tersebut menurut pendapat yang amat

shahih dari 2 pendapat di kalangan ulama. Ini adalah pendapat

Hanafiyah kemudian Malikiyah, serta yg paling shahih di dalam kalangan Syafi? iyah

dan salah satu pendapat di kalangan Hanabilah.[2]

Alasannya

karena suami memberikan pakaian itu untuk memenuhi kewajibannya kepada

istri, dan rato menyerahkan pakaian tersebut kepada istri sesudah peranan

memberi pakaian itu berlaku di dalam dirinya. Karena itu, suami tidak

punya hak untuk memintanya kembali.

Selain tersebut,

pakaian adalah sarana sehingga menyerupai hibah, dan hibah gak boleh

diminta balik setelah kematian pemberi atau penerima hibah.

4. Memberi Tempat Tinggal Dengan Teknik Yang Ma? stellung.

Ini adalah tugas suami kepada pasangan hidup menurut kesepakatan ulama. Alasannya:

a.

Sebab Allah Subhanahu wata? ala telah menyediakan kepada istri dalam

tertalak raj? ihak untuk mendapat area tinggal dari suaminya, maka

kewajiban menyediakan tempat tinggal kepada istri yang masih terikat

pernikahan tentulah jauh lebih primer.

Allah Subhanahu wata? ala berfirman,

??????????????????????????????????????????????

? Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal berdasarkan kemampuan kalian.?[3]

b. Karena Thor Subhanahu wata? ala telah mewajibkan suami dan istri buat saling bergaul melalui baik lewat firman-Nya:

??????????????????????????????

? Dan bergaullah melalui mereka secara wajib.?[4]

Di

antara bentuk pergaulan selakuala, menurut, patut yang diperintahkan oleh Allah

Subhanahu wata? ala adalah menempatkan istri pada tempat tinggal yang tenang

bagi istri dan hartanya.

c. Karena istri

menginginkan tempat tinggal untuk menutupi dirinya dari pandangan orang

lain, kemudian sebagai tempat bersenang-senang dan tempat menyimpan hartanya,

maka tempat tinggal menjadi hak istri atas suaminya.[1]

Kriteria Area Tinggal Yang Syar? i



Ukuran

tuk tempat tinggal yang syar? i untuk istri adalah hal ekonomi

suami lalu kondisi istri, selaku kias kepada nafkah dengan pertimbangan

bahwa tempat tinggal dan nafkah adalah dua hak istri yang jadi

konsekuensi dari akad nikah.

Hal terkait berdasarkan firman Allah Subhanahu wata? ala:

??????????????????????????????????????????????

? Tempatkanlah mereka (para istri) di dimana kalian bertempat menghuni menurut kemampuan kalian.?

Dan firman-Nya:

?????????

????????????????????????????????????????????????????????????

??????????????????????????????????????????????????????????????

? Hendaklah

orang yang punya kelapangan harta menyediakan nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang dalam disempitkan rezekinya hendaklah memberi

nafkah untuk harta yang disarankan Allah kepadanya. Allah tak memikulkan

beban kepada seseorang melainkan sekadar yang Allah berikan

kepadanya.?[2]

Karena nafkah yang wajib adalah yang

pantas dengan kadar kondisi keuangan pemberi nafkah dalam hal banyak,

sedang, dan sedikitnya harta yang momento miliki, maka demikian pula halnya

melalui tempat tinggal. Di sini. adalah pendapat jumhur ulama.

Sedangkan

Syafi? iyah berpendapat yakni patokan dalam hal tempat tinggal dalam

syar? i ialah kondisi istri tertentu, terlepas dari perbedaan pendapat di

kalangan mereka tentang nafkah.

Mereka berargumen bahwa

karena istri diharuskan untuk selalu masih tinggal di pada rumah, maka

gak mungkin istri menggantinya. Jika kondisi pasangan hidup tidak jadi

pertimbangan, maka itu maka akan membahayakan dirinya, sementara bencana

terlarang dalam syari? at. Adapun nafkah, maka pasangan hidup masih mungkin

menggantinya.[3]

Penulis berkata: Pendapat jumhur ulama lebih utama buat diterima berdasarkan ayat-ayat tadinya. Wallahu the? lam.

Beberapa Catatan tambahan:

1.

Menempatkan Istri Bersama Family Suami Dalam 1 Tempat

Tinggal.[4]Maksud keluarga suami di sini merupakan kedua orang tua suami

dan anak-anaknya dari istri yang lain.

Jumhur ulama

dari kalangan Hanafiyah, Syafi? iyah, dan Hanabilah berpendapat tidak

boleh menempatkan kedua orang tua --atau kerabat suami yg lain-- lalu

istri dalam satu area tinggal yang persis. Istri berhak menolak untuk

tinggal pada tempat tinggal yg sama dengan orang tua suami, kecuali andai

dia sendiri yang menghendakinya. Sebab, tempat tinggal termasuk di dalam

antara hak-hak istri. Suami tidak berwenang menempatkan orang yang lain bersama

istri dalam dalamnya. Di samping itu, menempatkan mereka bersama istri bisa

membuat istri merasakan kesusahan.

Adapun ulama

Malikiyah, mereka membedakan antara istri dalam berasal dari keluarga

terpandang (syarifah) melalui yang berasal dari keluarga biasa

(wadhi? ah). Mereka melarang menyatukan istri untuk keluarga terpandang

oleh kedua orang tua dalam satu tempat tinggal, dan membolehkannya

untuk istri yang keluarga biasa selama tidak membuat sulit si istri.

Adapun

menempatkan istri pada satu rumah bersama anak-anak tirinya,

lalu jika anak-anak tersebut telah besar serta telah paham arti

persetubuhan, maka ulama sepakat tidak membolehkannya karena meraih

mengakibatkan kesusahan bagi pasangan hidup, kecuali jika istri membolehkannya

karena lingkungan tinggal adalah haknya dan dia bisa melepaskan hak

ini.

Sedangkan jika cuando anak masih kecil dan belum

paham arti persetubuhan, lalu boleh menempatkannya bersama-sam istri. Dia

bukan berhak menolak bagi tinggal bersama anak tirinya tersebut.

installment payments on your Keluarga Istri Turut Tinggal Bersama Suami.[1]



Istri

bukan berhak mengajak seorang pun dari mahramnya untuk tinggal

bersamanya di rumah suaminya. Suami berhak melarang istri melakukan hal

itu. Lain halnya jika suami rela, maka tidak kenda;la.

Adapun

anak bawaan istri dari bekas suaminya, maka menurut jumhur ulama, istri

tidak boleh mengajaknya tinggal bersama sama sekali tanpa kerelaan suami. Ulama

Malikiyah membatasi pantangan tersebut dengan ketentuan jika saat

menikah, suami mengetahui keberadaan anak tersebut. Kalau suami

mengetahuinya, sementara si anak tak ada yang mengasuh, maka menurut

Malikiyah, suami tidak mempunyai hak melarang istri mengajaknya tinggal

bersama.

a few. Bolehkah Menempatkan Istri-Istri Dalam Satu Rumah?

Para

ahli fiqih bersepakat bahwa suami tidak boleh menempatkan

istri-istrinya dalam satu rumah yang persis karena hal tersebut bukan termasuk

motif pergaulan yang teliti dan bisa memicu permusuhan yang dihalangi oleh

syariat. Selain itu, persetubuhan suami oleh istri yang yang lain dapat

saja terdengar atau terlihat oleh istri-istrinya yang yang lain sehingga dapat

mendatangkan rasa permusuhan lalu kecemburuan di masa istri-istri

tersebut. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, karena pantangan menempatkan

dua pasangan hidup (atau lebih) pada satu rumah itu merupakan murni hak mereka,

maka sanggup saja larangan tersebut tidak berlaku jika keduanya rela.[2]

Penulis

berkata: Dalam asalnya, yang semestinya dilakukan adalah memberikan





rumah kepada tiap-tiapo istri sebagaimana yg dilakukan oleh

Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata? ala

berfirman,

????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

? Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan.?[1]

Dalam

ayat ini, Allah Subhanahu wata? ala menyebut buyut (rumah-rumah) serta

bukanbait (satu rumah). Akan tetapi, bila para istri tersebut rela

ditempatkan di dalam satu rumah, jadi suami boleh melakukannya karena itu

ialah hak para pasangan hidup dan mereka bisa mengabaikannya. Wallahu the? lam.[2]

Catatan

Penting: Insya Kristus, akan datang nanti penjelasan lebih lanjut

mengenai nafkah lalu tempat tinggal dalam bab-bab tentang masa? iddah

istri yang tertalak.

4. Bersikap Lembut Kepada Istri, Mencandainya, Dan Memaklumi Usia Mudanya.

Para

suami telah memiliki teladan dalam hal indonesia pada diri Rasulullah

Shallallahu? alaihi wasallam. Dari Aisyah radhiallahu? anha, dia

berkata,? Orang-orang Habasyah sempat berlatih (dengan tombak-tombak

kecil mereka). Lalu Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam menutupiku,

sementara aku menonton mereka. Aku terus menonton mereka hingga beta

sendiri yang berpaling (karena bosan). Jadi, kalian harusnya bisa

memaklumi gadis tipis masih belia yg masih senang melangsungkan.?[3]

Begitu

jua, dengan kisah beliau Shallallahu? alaihi wasallam mengajak Aisyah

radhiallahu? anha berlomba lari. Beliau berkata kepadanya,? Ayo kita

berlomba.? Ternyata Aisyah bisa mengalahkan beliau. Kemudian beliau

kembali memengaruhi Aisyah berlomba setelah tubuhnya mulai gemuk. Beliau

pun mengalahkannya lalu tertawa seraya berkata,? Kemenanganku saat ini

untuk menebus kekalahanku dahulu.?[4]

Aisyah

radhiallahu? anha juga berkata,? Dahulu aku biasa bermain boneka [dari

kain katun] di dekat Nabi Shallallahu? alaihi wasallam. Aku punya

teman-teman perempuan yang turut main bersamaku. Jika Rasulullah

Shallallahu? alaihi wasallam masuk, mereka biasanya langsung bersembunyi

(di balik tirai) dari beliau. Maka Rasulullah Shallallahu? alaihi

wasallam memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku.?[5]

Kelembutan seperti apa lagi yang bisa mengalahkan kelembutan beliau kepada istrin